Aku tinggal di salah satu kota di Canada, kira-kira sudah hampir 6
tahun. Aku tinggal sendiri di salah satu gedung apartemen dekat down
town area. Kamarnya satu, ada ruang tamu, kitchen, balcon buat smoking,
murah juga. Kadang teman-teman menginap, meminjam komputer, karena
milikku pentium ii, dan semua software, games etc aku punya. Jadi mereka
betah nginep di sofa, atau bawa sleeping bed. Also, aku punya 50 inch
TV, DVD player, Video, games dan lain-lain, jadi tempat ini siip. Aku
bukan orang yang berada banget,semua itu hadiah dari saudara-saudara
yang ikut bahagia karena aku bisa sekolah disini. So, syukurlah.
Mungkin karena apartemen dan barang-barang electronic di rumahku, aku
dikagumi wanita-wanita orang putih di sini. Dikira aku loaded banget,
alias rich boy. Jadi banyak yang tidak nolak kalau aku ajak jalan.
Bukannya mau show-off, but aku bisa mendapatkan perempuan yang aku mau kapan saja, tapi aku nggak mau perempuan yang mencintaiku karana harta kekayaanku.
Soal pacaran, aku tidak pernah punya berlangsung lama, karena aku
salah gaul. Tiap-tiap wanita yang aku pacarin, semuanya mata duitan.
Kalau tidak dibeliin barang ini, atau itu, marah deh, terus mau putus.
Jadi sudah kira-kira 2 tahun aku tidak ada gandengan.
Terus satu hari, aku menang lotre $300. Aku pergi ngambil duitnya dari salah satu gedung lotre tersebut dan jalan menuju pulang. Waktu itu lagi agak dingin, salju lagi turun sedikit-sedikit. Terus, waktu lagi jalan, tiba-tiba ada suara “Excuse me, spare some change?” Aku lihat ke arah kiri, ada dua gadis lagi duduk di lantai depan Starbucks Cafe sambil tangannya di ulurkan ke arahku. Yang satu lagi hanya duduk merangkul kakinya.
Terus satu hari, aku menang lotre $300. Aku pergi ngambil duitnya dari salah satu gedung lotre tersebut dan jalan menuju pulang. Waktu itu lagi agak dingin, salju lagi turun sedikit-sedikit. Terus, waktu lagi jalan, tiba-tiba ada suara “Excuse me, spare some change?” Aku lihat ke arah kiri, ada dua gadis lagi duduk di lantai depan Starbucks Cafe sambil tangannya di ulurkan ke arahku. Yang satu lagi hanya duduk merangkul kakinya.
“Duh kasihan banget” pikirku. Aku berhenti, meraba kantong celanaku, dan aku keluarkan 2 helai $5.
“Ini, silakan”, aku bilang.
“Terima kasih Mas,” kata gadis yang memegang uang.
“Terima kasih kembali” kataku lagi, sambil jalan pergi. Memang benar, setelah aku memberi uang tersebut, ada rasa yang hangat dalam hati. Sesampai di apartemen, aku cari sleeping bag bekas dan beberapa baju tebel. Tapi saya lupa kalau semuanya sudah kusumbang ke Salvation Army beberapa minggu yang lalu. Terus aku pikir, hmm, sudah mau natalan, teman-teman pada pulang ke Indonesia, aku nggak ada teman main…, gimana kalau aku undang saja tu cewek.
“Ini, silakan”, aku bilang.
“Terima kasih Mas,” kata gadis yang memegang uang.
“Terima kasih kembali” kataku lagi, sambil jalan pergi. Memang benar, setelah aku memberi uang tersebut, ada rasa yang hangat dalam hati. Sesampai di apartemen, aku cari sleeping bag bekas dan beberapa baju tebel. Tapi saya lupa kalau semuanya sudah kusumbang ke Salvation Army beberapa minggu yang lalu. Terus aku pikir, hmm, sudah mau natalan, teman-teman pada pulang ke Indonesia, aku nggak ada teman main…, gimana kalau aku undang saja tu cewek.
Lalu aku pergi ke tempat kedua gadis itu. Tapi mereka sudah nggak ada
lagi. Aku lihat kiri dan kanan dan ternyata kedua gadis itu ada di
depan McDonald’s, sambil megang kantong buat memesan makanan. Aku tunggu
mereka di deket Starbucks Cafe, dan sewaktu mereka melihatku lagi, si
gadis yang aku kasih uang tadi senyum padaku dan bilang “Hi, lagi
ngapain Mas?, Traktir kita dong?” sambil tertawa.
Aku senyum saja “Oke, Nich beli aja”. Si cewek yang aku kasih duitnya, namanya Lily dan cewek yang satunya lagi ternyata adiknya, bernama Lianne. Lily berumur 17 dan Lianne berumur 14. Mereka datang dari kota lain dengan cara hitchhike. Aku jongkok dengan mereka, ngobrol-ngobrol sebentar, sambil nebeng makan kentang gorengnya yang di tawari Lianne.
Aku senyum saja “Oke, Nich beli aja”. Si cewek yang aku kasih duitnya, namanya Lily dan cewek yang satunya lagi ternyata adiknya, bernama Lianne. Lily berumur 17 dan Lianne berumur 14. Mereka datang dari kota lain dengan cara hitchhike. Aku jongkok dengan mereka, ngobrol-ngobrol sebentar, sambil nebeng makan kentang gorengnya yang di tawari Lianne.
Kurang lebih setengah jam kemudian, entah kemasukan apa, aku ajak
mereka ke apartemenku untuk menginap. Mereka kaget. Pertamanya sih pada
nggak mau, tapi abis aku yakinkan, bahwa aku tinggal sendirian, tidak
ada teman dan bla bla bla, mereka akhirnya mau juga.
Sesampai di apartemenku, mereka ber wah.., wah.., wah. Aku dimintai
handuk buat mandi. Ternyata mereka nggak pakai baju tebal-tebal banget.
Si Lily cuma memakai t-shirt Marilyn Manson, sweater gap yang kotor dan
jaket kulit, dan Lianne memakai lebih tebal, mungkin karena diberi sama
Lily.
Dua-duanya memang cakep sih, kulitnya putih banget (habis orang putih
sih), nggak tinggi banget, kira-kira 160 cm. Lily berambut pirang kotor
(dirty-blonde) sebahu, dan Lianne berambut pirang terang, seleher lebih
dikit, agak berombak. Aku beri 2 pasang t-shirtku dan beberapa celana
pendek milik bekas pacarku. Mereka masuk ke kamar mandi bersama dan dan
aku cuek-cuek saja, habis adik-kakak. Aku siapkan hot chocolate dan
cookies.
Sehabis mereka keluar dari kamar mandi, waduh, cantiknya mereka
berdua minus make-up tebal, ikat rambut, dan garis-garis hitam di muka.
Seperti mimpi degh. Belum pernah aku melihat kecantikan semacam itu.
Mungkin di majalah, dan film, tapi mereka ada didepanku. Lily memakai
t-shirt GAP-ku yang berwarna putih, tanpa bra, karna aku bisa melihat
putingnya yang pink dengan jelas. Lianne memakai t-shirt Planet
Hollywoodku yang berwarna putih juga dan without bra.
Setelah itu kita ngobrol-ngobrol sambil minum hot choco. Lianne
orangnya pendiam, tapi senyum terus. Kalau Lily agak energetic dan
bawel. Sewaktu kita ngobrol-ngobrol, si Lianne berdiri dan berjalan
menuju kulkas.
“Mau Minum Champagne?” tanyanya.
“Boleh”, kataku, “Tapi.., kamu kan masih anak-anak” kataku sambil tertawa karena aku pikir si Lianne cuma bercanda.
“Mau Minum Champagne?” tanyanya.
“Boleh”, kataku, “Tapi.., kamu kan masih anak-anak” kataku sambil tertawa karena aku pikir si Lianne cuma bercanda.
Dia buka botol champagne tersebut dan meminumnya sedikit, lalu dia bawa buat kakaknya, Lily. “Gile, dikirain becanda” pikirku.
Beberapa jam kemudian, ruang tamuku berasa agak panas, soalnya
heaternya rusak. Aku meminta izin untuk tidur, tapi dipaksa temenin
ngobrol. Aku suruh nonton TV saja, tapi mereka tidak mau. Kelihatannya
sih dua-duanyajuga sudah agak mabuk, soalnya pipi mereka merah banget,
dan ngomongnya sedikit ngacau.
Terus aku suruh mereka tidur di kamarku yang queen-sized bed, dan aku
tidur di sofa. Mereka menarikku untuk tidur dengan mereka. Waduh,
rezeki, pikirku.
Aku ikut saja, tiba-tiba mabuk dan puyengku hilang! hehehehe, mungkin
karena pikiran kotor dan feeling bahwa aku akan score dengan mereka
berdua.
Kita tiduran di ranjangku, terus aku memeluk Lily karena dia lebih
deket dengan tanganku. Aku menciumnya dan dibalas juga ciumanku.
Tanganku bekerja dari rambutnya, leher, sampai payudaranya yang lumayan
besar buat anak 17 tahun. Kulepas T-shirtnya dengan cepat karna sudah
napsu banget Lama tidak dapat!
Kusedot-sedot dengan kencang puting susunya, dan Lily merintih rintih
Aku melirik ke arah Lianne, ternyata dia berbaring sambil nontonin
kita. Aku cuek saja dan nerusin plorotin celana dan celana dalam Lily.
Bulu kemaluannyamasih jarang-jarang dan berwarna pirang juga. Hmm..,
lezat…, sudah lama nggak dapat nih, pikirku sambil memainkan lidahku di
liang kenikmatannya yang sudah merah. Kumainkan lidahku di clitorisnya
dengan cepat, dan lily merintih rintih. Rintihannya semakin membuatku
buas. Aku keluarkan teknik cunnilingus yang diajari teman jepangku,
“teknik meminum air”. Lily meraung raung seperti orang kesetanan,
tangannya menjambak rambutku dan pinggangnya naik turun. Setelah dia
beberapa kali orgasme, aku cium seluruh tubuhnya sampai bibirnya. Terus
dia berkata “do my sister”
Aku melihat ke arah Lianne dan dia sudah telanjang dan bermain dengan
klitorisnya. Aku cium dan sedot payudaranya yang masih belum matang
(maklum 14 tahun), dengan putingnya yang pink. Lianne menggigit bibir
bawahnya, menahan rasa ekstasi. Pelan-pelan kucium seluruh tubuhnya
sampai ke arah liang kewanitaannya. Wah, merah dan rapet banget! rezeki
besar. Kumainkan lidahku di liang kewanitaannya, bermain di clitorisnya.
Lianne merintih-rintih. Aku keluarkan tehnik meminum airku sampai
lianne orgasme dua kali juga.
Kemudian aku berbaring dan kakak-adik itu menciumi seluruh tubuhku.
Aduh, aku merasa duniaku akan hancur, saking enaknya. Sampai mereka
lepas celana boxerku dan bermain dengan penis dan bolaku. penisku nggak
besar-besar banget sih, normal buat orang bule! he.., he.., he.., he..,
kira-kira 7 inchi, tebal dan berurat. Mereka berdua berebut penisku, dan
akhirnya aku menarik Lianne buat duduk di mukaku. Lianne membuka
kakinya dimukaku dan aku bagai disurga! setelah Lianne orgasme lagi, aku
tidurkan dia di sampingku, dan aku suruh Lily untuk naik menunggangiku.
Dengan pelan-pelan, Lily naik memasukkan penisku ke liang kenikmatannya dengan susah.
Dengan pelan-pelan, Lily naik memasukkan penisku ke liang kenikmatannya dengan susah.
Setelah kusuruh dia membasahi penisku dengan ludahnya, akhirnya
amblas juga penisku. Setelah masuk penisku semuanya, pelan-pelan aku
naik turun dan bergerak memutar, sambil memijat-mijat payudara Lily yang
tegak dan kenyal. Aku pelukLily sambil menghunjam penisku dengan cepat.
Lily berteriak teriak keenakan sambil cursing. Kusuruh dia berbalik,
punggungnya menghadap dadaku. My favorite position. Aku naik turun
dengan cepat juga sambil aku menyuruh Lily untuk menggoyangkan
pinggulnya sambil memijit-mijit payudaranya. Entah berapa kali aku
merasakan sesuatu yang hangat di penisku dan Lily berteriak, “Aahh…
fuck… shit!
Saya rasa dia orgasme sampai 3 kali! Aku jilat cairan kewanitaannya
sampai bersih, terus pindah ke Lianne. Aku jilat dan basahi lagi liang
kewanitaannya yang masih merah dan berdenyut-denyut. Aku coba untuk
memasukkan penisku tapi liang senggama Lianne masih kecil banget. Aku
naik ke mulut Lianne dan menyuruh buat mengisap dan membasahi penisku.
Dengan mata tertutup setengah sadar, dia melakukannya. Setelah cukup
basah, aku coba lagi. Sempit banget! tapi senti demi senti masuk
semuanya juga Lianne meraung-raung kesakitan. Aku goyang pelan-pelan,
sambil menyedot puting susunya yang masih pink dan muda banget,
missionary style.
Terus aku menyuruhnya berbalik, doggie style, tanpa melepas penisku
dari liang kewanitaannya. Aku dorong-dorong, memutar, naik turun seperti
rodeo, sambil memeluk tubuh Lianne yang meronta-ronta seperti ikan
kehabisan air aku cium rambutnya, menggigit gigit pelan bahunya dan
memainkan jari-jariku di kelentitnya.
Sekitar 20 menit kemudian, setelah beberapa gaya dan setelah Lianne
orgasme untuk ke entah berapa kalinya, aku keluar juga. Aku tiduri
mereka berdua side by side dan memuncratkan spermaku ke muka mereka.
Sehabis itu kita tidur, tapi aku belum puas juga dengan Lianne yang
liang kenikmatannya sangat rapat. Dengan posisi 69 aku bermain dengan
liang surganya, entah sampai berapa lama.
Besoknya, di meja makan, kita ketawa-tawa dan bercanda-canda. Tapi
malamnya, mereka bercerita apa yang sebenarnya terjadi pada mereka.
Ternyata mereka di perkosa oleh pacar ibu mereka, dan mereka lari dari
rumah. Selama 5 hari penuh berpesta seks, aku akhirnya menyuruh mereka
untuk telepon pulang. Setelah lama aku bujuk, akhirnya mereka telepon
pulang. Ibu mereka khawatir sekali dan ingin mereka pulang segera. Pacar
ibunya sudah di tangkap oleh yang berwenang.
Aku beri $100 buat Lily dan Lianne, untuk uang saku dan ongkos naik
bus. Setelah itu, aku antar ke Bus Station, dan mereka said bye-bye
dengan ciuman mesra di pipi kiri dan kanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar